Thursday, August 14, 2008


Kehidupan itu seperti air yang mengalir tanpa pernah sedetikpun untuk berhenti. Terkadang kita larut dengan derasnya arus terkadang pula terlewati dengan keadaan tenang tanpa sedikitpun ada gelombang yang menghadang. Liku-liku kehidupan memang membuat manusia itu bisa hidup seperti dalam neraka namun adakalanya bagaikan hidup disyurga.

Ketika hati sedang bahagia tak ingin sedikitpun ingin terusik dengan sekelumit persoalan yang mengurangi nikmatnya kebahagian hati. Seperti memandang langit ditengah malam, yang tampak hanyalah bayangan kegelapan. Digelapnya malam itu sendiri masih tampak titik-titik cahaya sehingga gelap itu terasa indah. Banyak yang memuji indahnya cahaya itu dan iapun ingin seperti sinar yang bergemerlap dari kejauhan tapi tak seorangpun mampu menyentuh cahaya itu. Sadar akan kehidupan terus berjalan tanpa mengenal lelah, tanpa peduli apakah dalam keadaan senang, bahagia, sedih, kecewa, gelisah, bimbang, dan kehidupan itu sendiri terus berjalan melewati waktu-waktu yang terasa panjang bagi yang hidup dalam penderitaan dan terlalu singkat bagi yang sedang menikmati kebahagian.

Sebuah pohon yang besar dan tinggi serta memilki daun yang rimbun dan lebat tentu mempunyai arti tersendiri bagi sebuah kehidupan. Masing-masing bagian dari sebuah pohon tersebut memilki tugas dan fungsi tersendiri tetapi terkait satu dengan yang lainnya. Sebuah pohon tidak akan berarti tanpa adanya daun-daun yang hijau dan rimbun, daun itu sendiri tidak akan tumbuh tanpa ada akar yang menyuplai makanan dari dalam tanah. Akar, batang, cabang, serta ranting dan daun adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Kehidupan terkadang tidak selamanya dalam penderitaan karena didalam penderitaan itu sendiri masih terselip titik kebahagiaan yang mampu membangkitkan senyum keikhlasan dan ketabahan dalam menjalani kehidupan itu sendiri.

Manusia itu lebih kejam dari hewan bahkan melebihi sifat hewan itu sendiri. Sebuah tulisan yang terkenal dengan kata-kata “aku korbankan seratus nyawa manusia untuk menyelamatkan berjuta nyawa manusia”. Revolusi tidak mengenal belas kasihan. Revolusi tidak mengenal kata berhenti sebelum tujuan dari keserakahan tercapai.
Sebuah ambisi bisa merubah segala tatanan kehidupan dari damai menjadi perang yang maha dahsyat. Jika manusia bisa mengetahui kapan dia akan mati, mungkin dunia akan damai atau tidak ada sama sekali. Mungkin sudah terlalu jenuh, hidup bebas tapi seperti di penjara. Gak bisa berbuat banyak. Pikiran selalu buntu dan gak tau buat siapa aku berbuat. Sungguh hal yang paling bodoh sedunia bila gak mempunyai tujuan. Seperti tulisan ini, tidak mempunyai tujuan yang jelas, tapi terus menorehkan pikiran-pikiran yang buntu kehilangan arah. Tidak ada tempat mengadu, tidak ada tempat melampiaskan kebencian yang semakin membatu.

Ada banyak cara, tapi tidak berdaya. Politik, kekuasaan, ambisi, kedudukan, ingin menjadi selalu yang terbaik, merasa lebih hebat dan lebih pintar, menutupi kekurangan dengan berkata tinggi dan tidak mau mendengarkan adalah tanda orang yang tidak bisa menerima kekalahan dan kekurangan. Maka sifat dengki dan iri hati menjadi karakter yang melekat pada seseorang yang pecundang. Berani ketika hanya menjadi seorang yang pandai mengomentari keburukan dan kekurangan tetapi tidak pernah menjadi orang yang pertama sekali mendobrak perubahan, tidak pernah berada di barisan terdepan, sembunyi dibalik ketiak seperti anak kecil yang yang melempar batu kekaca jendela tetangga kemudian lari kebelakang sang ibu dengan wajah meminta perlindungan agar tidak dimarahi.

Seorang pengemis tua dengan buntalan kain yang diletakan dipundaknya, memasang wajah memelas dan mengharapakan belas kasihan dengan menyodorkan tangannya berharap mendapatkan pemberian dari orang-orang yang masih memiliki rasa kemanusiaanya, berjalan dari ujung keujung, dari warung kewarung, dari toko ketoko, dari rumah kerumah, tapi tidak tau apa yang terlintas dalam pikiran sang pengemis, hanya bisa bertanya dalam hati “tidakah ada pekerjaan lain selain menjadi pengemis jalanan, apakah mengemis sudah menjadi profesi? Atau penghasilan menjadi pengemis lebih banyak dari pekerjaan yang sebelumnya dia geluti, atau barangkali benar-benar karena ketidakmampuan dan keterbatasan yang dia miliki. Siapa yang peduli….tapi pengemis adalah manusia, dia berani menyodorkan tangannya kepada orang-orang yang sama sekali tidak pernah dia kenal dan tidak pernah dia lihat. Dia berani bertarung dan bertahan hidup hanya dengan meminta dan mengahrapkan pemberian dari orang-orang asing. Apakah pengemis seorang yang hina? Tergantung bagaimana orang menilainya,.
Semakin lama hidup semakin berat beban dan tanggung jawab yang harus dipikul. Terkadang belum siap untuk menerima beban dan tanggung jawab yang belum saatnya diterima. Tapi tak seorang pun tau kapan dan dimana semua itu akan terjadi. Semua masih menjadi tanda tanya besar. Aku sering berandai dan menghayalkan tentang kehidupan yang penuh dengan kedamaian, sejahtera, tidak pernah merasa kekurangan, tidak ada peperangan, tidak ada kebencian, tidak ada iri hati, tidak saling curiga mencurigai, hidup berdampingan dengan segala perbedaan, saling menerima, mengahargai, dan menghormati tanpa ada kekerasan. Hidup penuh dengan rasa aman tanpa ada rasa takut, tidak ada kejahatan dan keserakahan. Mungkinkah semua itu bisa terwujud,.,.tapi kapan,..apa yang harus dilakukan, siapa yang bisa mewujudkan itu semua..apakah ada yang bisa mewujudkannya,…

Setiap orang memilki tujuan yang berbeda dalam kehidupannya..dan memilki berbagai macam cara untuk mewujudkannya..dalam mencapai tujuan itu seringkali terbentur sehingga terjadi kekacauan-kekacauan bahkan peperangan…tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mendapatkan yang terbaik dan yang terbaik..meskipun itu buruk bagi mereka yang menganggap buruk dan merugikannya. Tidak ada tujuan yang buruk dari sebuah rencana karena pada dasarnya yang ingin dicapai adalah sesuatu yang terbaik yang harus didapatkan dan tergantung seberapa besar manfaat yang didapat dari rencana tersebut.

Manusia lahir kedunia dengan ketidak berdayaannya. Dengan segala keterbatasan yang dia miliki tapi manusia punya potensi yang maha dahsyat dan tidak dimilki oleh mahluk selain manusia. Lemah bukan berarti tidak bisa berbuat. Ada kekuatan yang maha dahsyat yang tersembunyi di balik ketidak berdayaan itu. Hanya saja terkadang manusia tidak menyadari kekuatan yang dimiliki dan tidak mampu untuk menggunakanya.

Adalah perjalanan kehidupan seseoarang tidak akan pernah sama dengan orang lain. Selalu ada perbedaan walaupun itu sangat kecil dan tipis sekali perbedaan antara keduanya. Perbedaan itu lah yang akan menjadikan seseoarang lebih baik dari yang lainnya. Sesuatu yang dianggap tidak berarti bisa saja sangat berarti bagi orang yang menganggapnya sebagai hal yang paling penting dalam hidupnya. Entah mengapa banyak yang menganggap perbedaan itu sebagai sesuatu yang harus dihilangkan. Padahal perbedaan itu sendiri tidak dapat dihilangkan tetapi hanya bisa disandingkan, dihargai, dimengerti, dan saling mengisi. Apapun itu dalam kehidupan yang serba majemuk dan tidak tunggal harus mampu mengedepankan tujuan bersama yaitu agar segala perbedaan itu bisa terangkai dengan rapi dan indah. Seperti merangkai bunga membutuhkan imajinasi yang kuat dan mengedepankan kebersamaan dan saling melengkapi semakin banyak jenis bunga semakin indah bila tertata dengan rapi dan apik.



Tuesday, August 12, 2008

senyum yang hilang

tidak ada lagi wajah yang ceria, tidak ada lagi kata sapa sebagai tanda persaudaraan... semua sudah musnah...betapa kejam...lihatlah mereka-mereka yang berjalan dibawah teriknya sinar matahari!!!!!...sekuat apapun mereka berteriak tidak akan ada yang mendengarkan..mencari kesempatan...mencuri kesempatan...dengan mengantungkan harapan yang setinggi-tingginya.
yang dijalan itu apakah mereka mengetahui siapakah orang-orang yang berada dalam gedung-gedung yang menjulang dan berdiri kokoh menantang siapa yang berani menentang...siapa dibalik tembok itu..kebanyakan dari mereka yang di jalan-jalan itu hanyalah sebagai penonton..tidak bisa berbuat banyak...jika masih ada hati nurani tidak akan menjajah rakyat dan bangsa sendiri..keadilan hanya untuk orang-orang yang bisa membeli keadilan....

kok repot amat sih....

zaman sekarang ini emang zamannya lagi untuk pusing harus di terima dengan lapang dada dan dengan ikhlas hati...gak perlu berteriaklah...